Selamat Hari Buku Sedunia.
Ya, 23 April dikenal sebagai Hari Buku dan Hak Cipta Sedunia dan Hari Buku Internasional. Tanggal tersebut merupakan hari perayaan tahunan tingkat internasional yang diselenggarakan oleh UNESCO untuk mendorong pentingnya membaca, penerbitan, serta perlindungan hak cipta.
Alih-alih mau bercerita tentang pentingnya membaca, hak cipta, budaya literasi, hari ini justru mau bercerita tentang buku-buku yang bikin stres saat dibaca. Ini bukan buku semacam jurnal ilmiah, nonfiksi politik, fisika kuantum, atau kalkulus, melainkan novel. Novel-novel yang saya pilih karena mengira "bagus nih kayaknya." Kenyataannya, buku-buku ini memang sebagus itu di mata dunia, terkenal, dan ada yang kontroversial juga, tapi tidak sesuai dengan selera pribadi. Yuk, kita bahas 3 buku yang bikin stres saat dibaca.
1. The Perfume : A Story of Murderer (1985)
The Perfume: The Story of a Murderer karya Patrick Süskind adalah novel berlatar abad ke-18 di Prancis yang mengisahkan kehidupan Jean-Baptiste Grenouille, seorang pria dengan penciuman luar biasa tajam, tetapi tanpa bau tubuh sendiri.
Cerita dimulai di Paris abad ke-18 yang kumuh dan bau. Seorang bayi lahir di pasar ikan, tempat yang menjadi ikon berbau paling busuk. Bayi ini bernama Jean-Baptiste Grenouille. Tapi dia bukan bayi biasa. Meski tidak punya bau tubuh (yang bikin orang ngerasa dia “aneh”), dia punya kemampuan mencium aroma dengan akurasi dan ketajaman yang luar biasa, kayak punya indra keenam khusus untuk bau.
Grenouille tumbuh jadi anak yatim piatu yang dijauhi banyak orang karena kepribadiannya yang dingin dan tanpa empati. Tapi dia nggak peduli. Yang dia pedulikan cuma satu hal: BAU. Hidupnya dipandu oleh aroma-aroma di sekelilingnya. Saat ia dewasa, dia bekerja di sebuah toko parfum milik Baldini, seorang pembuat parfum yang sudah tua dan gagal berkembang. Grenouille justru bikin toko itu berjaya berkat bakat alaminya meracik aroma.
Setelah cukup belajar, dia pergi dari Paris dan tinggal menyendiri di pegunungan selama tujuh tahun. Di sana dia menyadari sesuatu yang bikin dia ngeri sendiri: dia nggak punya bau tubuh. Seolah dia nggak benar-benar ada. Kesadaran itu bikin dia terobsesi menciptakan bau yang bisa bikin dia ‘eksis’ di mata orang lain.
Dia pindah ke Grasse, kota parfum di Prancis. Di sinilah bagian paling gelap dari cerita dimulai. Dia menemukan cara untuk "mengawetkan" bau tubuh manusia—terutama dari gadis-gadis muda yang masih perawan dan punya aroma yang “murni”. Grenouille mulai membunuh gadis-gadis ini satu per satu, sebanyak 25 orang, dan mengekstraksi aroma tubuh mereka.
Akhirnya, dia menciptakan parfum terhebat di dunia—parfum yang bisa membuat siapa pun yang menghirupnya jatuh cinta, tunduk, bahkan memuja dia sebagai makhluk ilahi. Saat dia tertangkap dan hendak dihukum mati, dia hanya perlu membuka botol parfumnya, dan seisi kota langsung menyembahnya. Orang-orang bahkan jadi begitu mabuk cinta, sampai-sampai mereka lupa dia adalah pembunuh.
Tapi... walau punya kekuatan luar biasa lewat parfum itu, Grenouille merasa hampa. Ia sadar bahwa walaupun semua orang bisa dibuat mencintainya, tak satu pun dari cinta itu tulus. Dia tetap merasa asing, sendirian, dan tidak punya tempat di dunia. Jadi, di akhir cerita, dia kembali ke Paris dan menuangkan seluruh parfumnya ke tubuh, lalu menyerahkan diri pada sekelompok gelandangan. Karena aroma parfum itu, mereka langsung percaya dia adalah makhluk malaikat... lalu mereka membunuh dan memakannya, karena mereka “mencintainya” begitu dalam. Tragis?
KESAN SETELAH MEMBACA :
Novel ini saya baca di Perpus. Lupa, apa sempat baca sinopsisnya ya? Tapi, dari judulnya sempat mikir, “Wah, ini mungkin cerita kriminal menggunakan parfum gitu kali ya.” Iya sih, emang begitu! Tapi, ternyata, tidak begitu! Hahaha.
Dari halaman pertama aja udah disuguhi deskripsi pasar ikan yang bau amis-nya kayak nyetrum keluar dari buku. Makin lama, ceritanya makin gelap. Ini bukan soal parfum biasa, ini soal bau obsesif, pembunuhan, dan pencarian jati diri yang... asli disturbing. Sempat terhenti untuk membaca, tapi ingat durasi pinjaman di Perpus, kok sayang ya, hahaha.
Tokoh utamanya, Grenouille, itu... yah, bisa dibilang kombinasi antara jenius dan monster. Awalnya saya sempat kasihan sama dia—dibuang, dijauhi, nggak punya aroma tubuh (eh, ternyata masalah bau bisa sedalam itu?). Tapi lama-lama cuma bisa bilang, “Ya Allah, Grenouille, hentikan eksperimenmu, kamu udah kelewatan.” Grenouille hidupnya digerakkan oleh obsesi. Dia terobsesi dengan aroma, dan lebih jauh lagi, dengan menciptakan identitas lewat aroma. Karena dia sendiri nggak punya bau tubuh, dia merasa dirinya bukan siapa-siapa. Obsesi ini akhirnya membawanya ke jalan gelap yang kejam.
Parfum yang dia buat sih emang luar biasa. Bayangin kamu bisa bikin satu kota tunduk sama kamu cuma karena aroma? Super kan, ya. Tapi... ya ampun, cara dia bikin parfum itu nggak normal. 😖 Mau dituliskan di sini tu nggak tega! Karena beberapa adegannya cukup... eksplisit dan creepy
Kalau dipikir, kok bisa Patrick Süskind ini kepikiran banget bikin cerita kayak gini? Sebenarnya ya, gaya bahasanya juga dalem dan penuh makna. Dari segi konsep, ini kuat banget—soal eksistensi, pencarian identitas, dan bagaimana manusia memaknai cinta dan keberadaan.
😬 Tapi... pengen skip bagian eksplisit dan kejahatannya. Padahal udah sering baca buku misteri pembunuhan, atau investigasi yang cukup detail loh. Cuma, ide ‘mengambil aroma’ gadis-gadis itu tuh terlalu disturbing. Setelah selesai membaca novel ini, saya putuskan memberi jeda untuk baca novel lain. Wiuhh pening.
^^^^
2. Lolita (1955)
Lolita adalah novel karya Vladimir Nabokov yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1955. Novel ini mengisahkan tentang seorang pria paruh baya bernama Humbert Humbert yang terobsesi dengan seorang gadis remaja bernama Dolores Haze, yang dijuluki Lolita. Humbert adalah seorang profesor bahasa Prancis yang tampaknya hidup dengan moralitas yang tinggi, tetapi sebenarnya dia terjerat dalam nafsu yang sangat merusak.
Cerita ini disampaikan dari sudut pandang Humbert, yang mencoba membenarkan tindakannya terhadap Lolita dengan berbagai alasan dan rasionalisasi. Humbert pertama kali bertemu Lolita ketika dia pindah untuk tinggal bersama ibu gadis itu, Charlotte Haze, yang tidak menyadari keinginan terlarang Humbert. Setelah kematian ibunya, Humbert berhasil membawa Lolita hidup bersamanya, memanipulasi dan mengontrolnya.
Selama cerita berkembang, Humbert semakin terperangkap dalam obsesinya terhadap Lolita, sementara Lolita, yang pada awalnya masih sangat muda dan mudah dipengaruhi, perlahan-lahan mulai menyadari kekuatan dan kontrol yang dia miliki atas Humbert. Konflik antara hasrat dan realitas, serta eksplorasi tema seperti kekuasaan, nafsu, dan manipulasi psikologis, membentuk inti dari cerita ini.
Lolita adalah sebuah karya yang kontroversial, yang mengundang banyak debat tentang etika, seni, dan batasan moral dalam sastra. Nabokov, meskipun menulis tentang tema yang sangat sensitif, berhasil menghasilkan karya sastra yang kaya akan bahasa, permainan kata, dan kedalaman psikologis.
KESAN SETELAH MEMBACA :
Satu lagi novel terkenal yang sepertinya banyak yang sudah tahu tentang cerita apa ini. Sempat membaca sinopsinya, tapi, nggak mengira kalau ceritanya bikin kesal. Saya berusaha tenang membacanya, mengamati pilihan kata Vladimir dan atmosfer indah yang ia bangun. Tapi, berattt banget ketika masuk ke bagian romansa yang nggak sama sekali romantis. Karena novel ini POV Humbert Humbert, jadi emang bikin gatel pengen ngoyak-ngoyak isi kepalanya. Humbert Humbert pinter banget muter kata-kata buat bikin pembaca kayak disuruh simpati ke dia—padahal jelas-jelas dia tuh predator.
Lolita sendiri, si anak cewek yang jadi pusat cerita, malah kayak nggak dikasih ruang buat bersuara. Padahal dia korban. Tapi karena ceritanya dari sudut pandang Humbert, semuanya jadi berasa bias banget.
Karena kurang cocok dengan selera pribadi, akhirnya baca novel ini lompat-lompat. Saya pikir : pantes aja novel ini kontroversial. Banyak orang nganggep ini kisah romansa gelap, tapi buat saya sih—mending nggak usah dianggap romansa sama sekali, hehehe. Meski di akhir cerita, masih ada hikmah yang bisa dipetik, tapi ah--bukannya masih banyak kisah-kisah romansa yang digarap ya?
^^^^^
3. The Brief Wondrous Life of Oscar Wao (2008)
The Brief Wondrous Life of Oscar Wao adalah novel karya Junot DÃaz yang pertama kali diterbitkan pada tahun 2007 dan memenangkan Penghargaan Pulitzer untuk Fiksi pada tahun 2008. Novel ini menceritakan kisah Oscar de León, seorang pemuda Dominican-Amerika yang berjuang untuk menemukan identitasnya dan mengejar impian besar untuk menjadi seorang penulis dan menemukan cinta sejatinya.
Cerita novel ini disampaikan melalui sudut pandang beberapa karakter, terutama Yunior, teman sekaligus kekasih Oscar, yang menceritakan kisah Oscar dengan cara yang sangat tidak konvensional. Yunior berperan sebagai narator utama, tetapi cerita juga sering berganti perspektif, memberikan wawasan tentang keluarga Oscar dan sejarah kelam negara asal mereka, Republik Dominika.
Oscar adalah seorang remaja yang gemar membaca dan menulis, tetapi ia juga dikenal sebagai seorang yang gemuk dan tidak menarik, sehingga menjadi korban ejekan dan perundungan. Meskipun ia bercita-cita untuk menulis novel besar dan menikahi gadis cantik, keluarga dan teman-temannya merasa bahwa mimpinya itu mustahil, terutama karena Oscar terjebak dalam kutukan keluarga yang disebut "fukú." Fukú adalah kutukan yang berasal dari masa lalu keluarga Oscar dan bangsa Dominika, dan itu membawa kesengsaraan serta tragedi bagi siapa saja yang terikat dengannya.
Novel ini juga mengungkap kisah masa lalu keluarga Oscar, termasuk kehidupan sulit ibu dan kakeknya yang telah terpengaruh oleh rezim diktator Trujillo di Republik Dominika. Tragedi keluarga dan sejarah politik yang kelam ini menciptakan latar belakang yang menambah lapisan pada perjuangan Oscar untuk meraih kebahagiaan dan identitasnya sendiri.
Secara keseluruhan, The Brief Wondrous Life of Oscar Wao adalah cerita tentang cinta yang tidak terbalas, pencarian identitas, dengan campuran humor, kegetiran, dan kedalaman budaya, dan beban sejarah yang menekan individu.
KESAN SETELAH MEMBACA :
Junot Diaz ini bikin apaa, heh?!
Novel ini saya beli karena tertarik lihat sampulnya : seorang bocah bertubuh besar, sedang membuka kemejanya yang memperlihatkan kostum berlogo (seperti Superman gitu ya). Lalu, blurb di belakangnya bertuliskan : Sungguh berat hidup Oscar, seberat beban hidupnya...bla...bla..bla.
Maka, saya pikir : "Seru nih, mungkin kisah perjuangan seorang anak sampai akhirnya dia sukses atau menjadi Super Hero". Yah, semacam novel motivasi gitu loh. Aslinya : memotivasi sekali untuk pembaca buka kamus, ngambil cemilan, terus tidur yang banyak, saking stressnya. LOL
Buku ini saya beli ketika waktu itu tergolong sebagai buku baru. Kemampuan membaca pun tidak sebaik sekarang (yang sudah bisa santai baca non-fiksi). Maka, ketika membaca novel The Brief Wondrous Life of Oscar Wao ini, mata pun perih, hahaha.
Novel yang ditulis Junot Diaz ini tidak mengandung tata penulisan yang biasa kita ketahui. Tidak ada tanda kutip untuk membedakan penuturan tokoh dan narasi, paragraf-paragraf yang sangat panjang, bahkan ada sebuah paragraf panjang sepanjang tiga halaman! beberapa dalam kalimat panjangnya, bahkan tidak ada koma, dan catatan kakinya sebesar kaki gajah. Ini harus ditambah dengan isi ceritanya yang menyentil situasi perpolitikan, bahasa gaul dan prokem campur-campur yang penerjemah pun kesulitan mengartikan, dan POV-nya bukan dari Oscar, melainkan orang ketiga yang baru ketahuan, entah di halaman berapa. Pun, penceritanya nggak cuma satu, melainkan ada beberapa orang, tapi nggak langsung disebutkan, pokoknya jadi pembaca kudu jeli.
Yah, suka-suka kaulah om Junot, mau nulis apa dengan cara gimana.
![]() |
panjang kali catatan kakinya |
Karena kemampuan baca saya yang buruk saat itu, akhinya novel ini cukup disimpan, sampai beberapa tahun kemudian baru bisa saya selesaikan. Sekarang pun, kalau ditanya, "Bisa nggak ceritakan ulang? Jadi nasib Oscar gimana?" Jawabnya : Nggak tahu, hahaha. Karena setelah selesai baca, cuma ada rasa puas bisa menuntaskan saja, tapi inti ceritanya sudah terlupakan.
Tapi, ada satu hikmah ketika melihat gaya penulisan Junot Diaz yang tidak lazim : kalau dia bisa menulis sesantai dan se-nggak peduli tata penulisan begitu, rasanya kita semua juga bisa menulis.
Sampai-sampai saya menuliskan ini di halaman terakhir buku, seusai membaca :
"Buku ini terkategori sebagai novel aneh sempurna yang pernah kubaca. Setidaknya ada informasi yang bisa kuraih dari penulis, dan juga hikmah membaca."
(ciee)
Jadi, inilah cerita tentang 3 buku yang membebani pikiran ketika dibaca. Bukannya dapat perasaan positif, baca ketiga buku ini cenderung bikin emosyi, hihihi. Bagaimana, mungkin teman-teman juga punya pengalaman unik ketika membaca? Yang pasti, jangan pernah berhenti membaca.
0 Comments
Hai, bila tidak memiliki link blog, bisa menggunakan link media sosial untuk berkomentar. Terima kasih.