Peristiwa ini terjadi sekitar 1 tahun lalu. Pada 2020, tetapi tepatnya entah kapan. Peristiwa ini menurut saya cukup unik. Selama menangani sakitnya si bocah, ini adalah pengalaman pertama yang terbilang tidak biasa. Saya tidak yakin mau mengganti kata “tidak biasa” ini dengan kata apa, aneh? Mistis? Halu? sepertinya biar masing-masing saja yang berpendapat.
Bisa dipastikan saya lupa detail-detail dan urutan ceritanya, hehehe. Tetapi, ini benar-benar kejadian yang kami alami.
Suatu hari si bocah sakit. Badannya hangat sejak malam, dan di siang hari bertambah panas. Seharian dia lemas, sulit bangun, harus dibantu ke kamar mandi. Mukanya pucat, yah sebagaimana anak-anak kecil demam pada umumnya.
Nah, meloncat ke malam hari, kondisi si bocah tidak berbeda dari siangnya. Biasanya ketika demam, dia juga sering mengalami muntah. Karena berada di kamar tidur tidak membuat saya leluasa mengurusnya, maka saya memilih agar kami tidur di luar kamar. Situasi ini juga membuat kami lebih dekat dengan kamar mandi dan dapur, lebih mudah jika ingin bolak-balik ke kedua tempat itu. Udara di luar kamar tidur juga terasa lebih nyaman. Positifnya, kalau saya ingin sholat, sangat bisa di dekat dia yang lagi baring, yang mana ini tidak mungkin jika kami beristirahat di kamar tidur yang mungil.
Para Bunda mungkin sering mengalami, yang namanya anak kecil sakit sering membuat tidak tenang dalam tidurnya. Ini juga yang biasanya si bocah alami. Kadang dia mengigau, kadang bergerak bolak-balik, kadang bangun cuma untuk panggil bunda, setelah itu lelap lagi. Menurut saya dan sepanjang pengalaman saya, semua masih terlihat normal-normal saja. Sama seperti saat dia demam sebelum-sebelumnya.
Tetapi, malam itu kami punya pengalaman berbeda.
Sesuatu yang awalnya saya pikir dia cuma mengigau.
Rasanya kami memulai tidur sebiasa-biasanya saja. Setelah dia minum obat, berdoa dan lainnya, ya sudah kami tidur. Sekali lagi, karena gadis kecil saya ini seharian lemas, jadi dia bisa tidur dengan mudah dan tidak pakai cerewet.
Cerita dimulai pada pukul dua malam.
Ketika gadis kecil saya ini terbangun dan langsung duduk.
Saya sedikit kaget.
Saya pikir, mungkin dia haus? Mau pipis? Mual? Atau apa gitu, ya yang sederhana saja mikirnya. Tapi, tidak. Dia duduk tegak, padahal seharian duduk saja susah.
Saya sendiri masih terbaring sambil menatapnya, menunggu. Dari tatapannya, saya melihat dia kebingungan akan sesuatu. Kemudian samar-samar dia bertanya : “Baju Bunda?”
Waktu itu saya yakin dia menatap ke arah dapur. Jadi, saya pikir ada tumpukan baju dari jemuran yang belum saya bereskan, yang biasanya saya taruh dekat dapur. Eh, tapi tidak juga. Tidak ada tumpukan pakaian, atau jemuran, atau yang serupa itu.
Dia mengulang lagi kalimatnya sambil menunjuk baju tidur yang saya pakai.
“Baju merah bunda, baju merah Bunda.” Begitu dia bilang.
Oya, saya pakai baju tidur warna kuning, terusan, dan di tengahnya ada smiley. Dan saya juga punya baju berwarna pink yang serupa dengan yang kuning ini.
Kira-kira begini bajunya.
Jadi, saya pikir baju pink inilah yang dia maksud. Tapi, lagi-lagi baju ini di dalam lemari. Tidak ada baju di sekitar kami saat itu.
Saya tanya padanya, ada apa?
Lagi-lagi dia bilang, “Baju bunda yang merah,” ada di arah dia tunjuk. Kemudian makin jelas, kalau gadis kecil saya ini tidak menunjuk ke arah dapur, tapi lebih menengadah ke udara. Dia tidak mengarahkan tatapan ke langit-langit plafon, bukan pula ke arah atas pintu, atau dinding yang tinggi. Tidak.
Wajahnya bingung. Apalagi saya, tambah bingung.
Dia menengadah ke udara. Lirik kanan-kiri,seperti menyaksikan sesuatu. Sedikit demi sedikit, si kecil melontarkan kata-kata baru.
“Kok bisa?” --- “Terbang.” --- “Kok jadi banyak?” --- “Terbang, baju Bunda terbang?”
katanya bertanya sekaligus menginformasikan.
Kata selanjutnya-lah yang mulai membentuk asumsi-asumsi di kepala saya.
“Balon?”
Kata ‘balon’ seperti sebuah kata kunci bagi saya. Tapi tentu kuncinya belum bisa menghubungkan dengan pintunya langsung.
Tiba-tiba…
Dia berdiri! Dan berlari menuju pintu keluar rumah!
Allahu Akbar. Bisa dibayangkan betapa kagetnya saya. Pukul dua malam, si kecil yang seharian lemas, sakit, tiba-tiba bangun dan berlari menuju pintu keluar rumah.
Dari situ, ekspresinya berubah. Dari yang awalnya kebingungan biasa, berubah pucat ketakutan. Dia berusaha membuka pintu untuk keluar rumah.
Saya menariknya dan mengajaknya berbaring kembali. “Sayang, kan masih sakit. Mungkin barusan mimpi buruk, kita berdoa dulu yuk, nanti bobo sama-sama.” Pinta saya.
Kami berhasil baring kembali. Tapi, dia masih menatap ke arah yang sama. Omongan saya seperti tidak didengar. Celotehnya pun masih saja sama.
Tiba-tiba dia menarik saya memeluk kuat.
"Awas bunda, kita mau diserang!"
"Dia bawa pasukan! Banyak!"
"Awaaas!"
Dia berteriak.
Jadi, ketika kami balik baring, saya bermaksud menutupi arah itu, agar dia tidak menatap ke arah itu-itu lagi. Eh. Ternyata, malah ngintip-ngintip dari balik bahu saya.
Nah, posisinya lebih mirip orang yang sembunyi di balik badan saya. Arah tatapannya memang di belakang saya, agak ke atas. Sekali lagi bukan ke arah benda tertentu ya, tapi ke udara. Area yang kosong di arah sekitar ruangan.
Selama ketakutan itu, tangan kecilnya memegang kuat lengan saya. Wajahnya pias sambil mengintip-intip ke belakang saya. Sesekali dia menggeram kesal, dan ber-ih-ih,seakan mau melawan tapi tak bisa.
Sepertinya dia khawatir akan ada serangan dari…mmmh, entah apa.
Seandainya dia tidak demam dan tidak lewat tengah malam, mungkin itu adegan yang lucu. Sayangnya, situasi yang kami punya tidak ada lucunya. Saya dilanda kebingungan. Saya cuma tahu saya harus tetap tenang. Kepanikan akan menghasilkan ketegangan dan melemahkan pikiran.
Sambil berbaring menghadap tubuh saya, dia merunduk seakan menghindari serangan. Wajahnya ketakutan, badannya sempat bergetar.
Saya pun melakukan sesuatu yang saya bisa.
“Mut,” saya memanggil namanya 2-3 kali agar bisa fokus ke saya.
“Bisa dengar Bunda kan?” tanya saya lagi.
Dia mengangguk dan menengok ke saya. Alhamdulillah, berarti pendengaran dan pikirannya baik.
Kemudian saya katakan padanya.
"Mut, Bunda nggak tahu apa yang Mut lihat. Bunda nggak bisa lihat apapun itu. Mut takut ?"
Dia mengangguk sambil menunduk dan mengintip dari bahu saya lagi.
"Apa yang Mut lihat sebenarnya ?"
Lagi-lagi dia bilang : merah - pasukan - terbang -banyak.
"Apa mereka mendekat? Dekat banget?" tanya saya
Dia bilang, "Iya."
Dia juga sempat bilang, " Ada di belakang Bunda."
Sambil menunjuk dan memeluk saya kuat agar tidak dekat dengan apapun yang dia lihat itu.
Saat itu, saya tidak terlalu butuh penjelasannya, tidak penting. Tapi, saya butuh kemampuannya menjawab. Itu artinya, dia bisa menyimak saya, dan dia dalam kondisi baik. Insya Allah.
"Mut, ngaji aja ya, biar Mut nggak takut lagi. Mut boleh sambil tutup matanya dulu, biar nggak capek," kata saya.
Dia mengangguk cepat. (Padahal biasanya kalau diajak ngaji, anaknya suka nolak) tapi dia tetap tidak mau menutup mata.
Kami pun mengaji, berdoa.
Saya ajak bibirnya biar tetap berdoa, dan syukurnya itu mudah, malah kali itu dia bersuara kencang. Karena ketakutan, intonasinya jadi turun-naik, sesaat dia mengintip dari bahu saya, sesaat lagi dia sembunyi. Sempat dia tersetop dan bergidik, sambil bilang,"ihh..dia jadi jahat Bunda. Ngeri..ngeri!"
Kali kedua, dia lari lagi menuju pintu, mau keluar rumah, sambil bilang, “Takut, takut, ngeri.”
Saya tarik lagi dalam pelukan, dan lanjutkan berdoa. Saya mengusap kepala, juga matanya agar tidak melihat apa pun itu.
Setelah cukup lama kami berdoa, akhirnya tubuh si bocah mulai mengendur. Dari yang ketakutan, wajahnya kembali lagi menjadi bingung. “Hilang,” katanya. Dia masih mengamati udara sekitar ruangan kami agak lama, sampai dia benar-benar terlihat tenang.
Saya menanyakan kembali apakah dia masih melihat ‘yang merah-merah’ itu? Dia jawab, tidak.
Sebenarnya ada hasrat untuk bertanya lebih detail tentang apa yang sebenarnya dia lihat, tapi saya pikir itu tidak bijak.
Waktu saat itu menunjukkan hampir jam tiga dini hari, dan saya merasa capek. Tapi, dia tidak mau segera tidur. Gadis kecil ini malah banyak bertanya dan bercerita. Bertanya tentang masa kecilnya, tetangganya, keluarga, macam-macam. Pertanyaan dan cerita kami normal saja, yang tidak terasa normal adalah waktunya. Apalagi setelah kejadian barusan.
Sekitar pukul tiga lewat kami berhasil tidur. Alhamdulillah
Sudah selesai cerita ini? Belum, hehehe.
Pukul empat dini hari, mendadak dia bangun lagi dan langsung lari menuju kamar. Bersembunyi di balik pintu. Lagi-lagi dia ketakutan. Tapi, kali itu dia tidak melihat sesuatu. Saya berasumsi dia mungkin baru saja bermimpi buruk. Sisa-sisa sebelumnya.
Saya ajak lagi baring bersama saya. Sepengetahuan saya, segala keburukan akan sirna menjelang subuh. Nah, situasi kami memang menjelang subuh. Jadi, saya percaya kali kedua ini insyaAllah akan lebih mudah. Akhirnya dia mau beristirahat, berdoa lagi, dan benar-benar tidur.
Nah, sudah.
Ceritanya benar-benar berakhir di situ. Benar-benar menjelang subuh pada hari itu. Disitulah menurut saya keajaiban kejadian ini. Karena keesokannya, dia tidak bisa mengingat kejadian malam barusan.
TERLUPAKAN
Jadi, begini. Bocah saya ini, cukup ceriwis, apa aja dia ceritakan ulang, sampai susah punya rahasia kalau ada dia. Nah, keesokan paginya, dia bangun seperti biasa. Sehat, bugar, ceria, dan tidak demam. Tidak lagi sakit. Pagi itu, dia udah nyapa-nyapa si ayah. Ngoceh seperti biasa, tapi anehnya (buat saya) tidak ada satu pun ocehannya tentang kejadian semalam.
Pada malam itu, saya memilih tidak membangunkan suami. Jadi, atas kejadian apa pun itu, hanya ada saya dan si bocah. Lha, kalau dia tidak ingat, saya jadi merasa mengalaminya sendirian dong.
Beberapa hari kemudian, saya cerita ke ibu saya. Ya, cerita biasa-biasa ketika kumpul keluarga. Selesai cerita, saya tanyakan pada si bocah, “ Mut, ingat kejadian itu?” dan dia menggeleng. Ternyata benar dugaan saya.
Setelah berbulan-bulan dan sekarang setahun, si bocah memang bisa menceritakan sedikit dari kejadian malam itu. Tapi, apa yang dia ceritakan itu bukan memorinya. Dia menginput dari apa yang dia dengar dari saya.
BAHAN PERENUNGAN
Karena pada akhirnya cerita ini cuma memori saya, hehehe. Sempat juga saya mengajukan pertanyaan ke diri sendiri, kejadian malam itu bener nggak ya? Jangan-jangan malah saya yang mimpi?
Waktu menulis ini pun, saya mengulang pertanyaan lagi : Apa mungkin malam itu si kecil bermimpi ? Karena kalau mimpi buruk, berarti nggak baik menceritakannya. Ada sunnah (anjuran) untuk tidak menceritakan mimpi buruk ke orang lain. Tapi, itu mah bukan mimpi. Jelas-jelas matanya terbuka.
Saya juga masih punya pertanyaan lain, apa mungkin si kecil halusinasi? Setahu saya, dalam keadaan sakit, seseorang bisa mengalami halusinasi, bermimpi buruk dan meracau. Tapi, jika si kecil halusinasi, apa mungkin bisa sampai satu jam? Apa itu normal?
Terlepas dari pertanyaan-pertanyaan kecil tadi, akhirnya saya ingin melepas kejadian itu dengan menuliskannya. Mungkin suatu hari, saya membaca ulang dan ada pelajaran terselip yang tidak saya sadari sebelumnya.
Beberapa Learning Point yang akhirnya bisa saya buat, setidaknya untuk saya di masa depan :
1. Tetap Tenang, Tidak Panik. Kepanikan bisa melemahkan kemampuan berpikir dan kondisi fisik.
2. Mempercayai si kecil. Dalam kondisi demikian, si kecil butuh ada yang mengerti dirinya.
3. Berdoa dan memohon pada Allah azza wa jalla. Walau hari ini banyak yang menyangsikan doa, tetap saya sarankan berdoa pada Tuhan, terutama bagi yang percaya pada-Nya.
4. Introspeksi diri. Yang mengalami memang si kecil, tapi saya juga harus introspeksi. Mungkin saja sayalah yang harus mengalami itu, tapi jadinya malah si kecil. Mungkin fokusnya bukan sekadar 'kenapa dia', 'ada apa dengan dia'. Tapi, juga ke diri saya pribadi.
5. Berbenah Seetelahnya. Berbenah di sini cukup banyak, dari fisik, jaga kesehatan, kondisi rumah yang baik, juga berbenah untuk kesehatan pikiran dan ibadah.
BINTIK MERAH
Saya sudah bilang si kecil bangun dengan sehat dan bugar kan? Tapi, sebenarnya ada satu yang berbeda di dirinya. Pada telapak kakinya pagi itu, terdapat bintik-bintik merah kecil. Padahal, beberapa hari sebelumnya bintik itu tidak ada. Karena tidak perih, sakit, gatal, maka asumsi saya (insyaAllah) bintik-bintik itu akan hilang dalam dua hari. Dan alhamdulillah benar.
Setelah berkali-kali si kecil bertanya tentang kejadian itu dan dia bisa mengulang ceritanya (dari apa yang dia dengar), saya malah menyadari mungkin saja dia tidak perlu mengingatnya, dan mungkin lebih baik begitu. Mungkin memang cukup saya saja.
Maka, saya ingin menulis ini untuk bahan renungan, yang semoga kejadiannya tidak berulang.
Insya Allah.
***
Wallahu'alam
8 Comments
Mba Lidha, aku tuh jadi pengen cerita karena memang ngalamin kejadian yang sedikit sama meski bukan mimpi atau apapun itu. Intinya pernah ngalamin.
ReplyDeleteKemudian, aku nyari tau meski waktu itu ngga paham dan selalu diarahin di youtube ke channel yang mistis. Tapi alhamdulillah qodarullah nih mba. Aku diarahin ke youtube nya ustadz Khalid Basalamah. Di situ beliau ngejabarin tentang hal mistis yang memang ada dalam ajaran islam.
Dan beliau mengajarkan buat penangkalnya dengan melakukan ruqyah. Dan ruqyahnya juga bukan sekadar di diri kita aja. Sampai ke tempat tinggal dan atau tempat usaha kita gitu mba.
Udah gitu, ada lagi. Beliau menjelaskan memang ini sunnah nya. Buat nanem daun bidara di sebelah kanan saat kita mau masuk rumah. Qodarullah namanya ikhtiar ya mba. Alhamdulillah sekarang ngga ngalamin hal aneh lagi.
Soalnya, beliau juga bilang. Kadang ada jin yang suka usil atau jin nyasar yang ujug-ujug ganggu kita. Karena perilaku Jin sama Manusia yaa hampir miriplah gitu kata beliau. Wallahu'alam
Kejadiannya gimana Peh?
DeleteAku pun ndak berpikir kalau ini semata2 gangguan ke bocah. Tahun kemarin itu bisa dibilang tahun perdana memasuki masa2 stress, jadi ada kombinasi kelemahan dariku juga selaku orang tua. Ku pun mesti berbenahin rumah, makanan, sikap, kerjaan, kali aja banyak yg ndak baiknya di situ.
Mau lanjut ke japrian kah? Karena emang bener kok, mba. Ustaz Khalid juga bilang kalau kita lagi semrawut yaa bisa jadi penyebab si jin bermain2.
DeleteUntuk permulaan ruqyah mandiri aja mba Lidha. Tapi pastiin ada pasangan yaa di deketnya.
Aku lanjut PM aja gimana? Di WA
Hayuk japri aja.
Deleteya Allah, hebat banget mbaa, gak panik. aku kalo ngalamin kayak gini pasti auto panik sekaligus takut dan langsung deh bangunin suami. huhu..
ReplyDeleteMungkin karena demam tinggi kali ya mba jadi halusinasi. tapi dia nya gak inget ya? bikin penasaran juga sih
Tapi Alhamdulillah udah sehat dan baik2 semua yaa..
Semoga sehat selalu ya mbaa sekeluarga. Amiinn..
Paksu bangun sekitar jam 4 lewat pas si bocah baru tertidur lagi. Dia pikir si bocah baru ke kamar mandi, hehehe.
DeleteAlhamdulillah sih sekarang sehat2 gak ada yg aneh2
Klo anakku pernah ngalami demam+muntah..yang sampe 2x ke dokter ga mempan..opname di RS seminggu, berbagai tes darah ga ketemu mb, penyebab demamnya apa.
ReplyDeleteTotal 2 atau 3 Minggu lah, demam.
Akhirnya kmi nanya ke yang bisa "komunikasi" ke dunia lain. Diagnosanya..anakku diganggu itu.
Terus dipindah ke telur. Anaknya diberi air putih + doa, berangsur demam turun.
Mba, aku yg baca jujurnya ngerasa takut juga, kalo ngalamin hal yg sama mungkin. Takut apa si anak sedang halusinasi Krn sakit, atau dia memang bener2 melihat sesuatu itu. Tapi syukurlah akhirnya ga kenapa2 ya mba. Namanya anak kecil, banyak yg bilang msh seneng digangguin Ama jin. Antara percaya dan ga percaya. Semoga aja kita semua dijauhin dari segala bentuk gangguan mereka
ReplyDeleteHai, bila tidak memiliki link blog, bisa menggunakan link media sosial untuk berkomentar. Terima kasih.