Sang Istri
Sekitar 20 tahun yang lalu, sepasang suami itu masih menunjukkan kekuatannya, yang perempuan seorang yang cantik serta baik hati, walaupun hanya tamatan SD serta pernah mencicipi Sekolah Rakyat (SR) dan beberapa bulan mengenyam SMP dia bukan perempuan teramat bodoh. Bukan keinginannya untuk tidak bersekolah, namun saat itu situasi yang membuatnya harus menuruti kehendak orangtua. Sebagai anak keempat dari 10 bersaudara (bahkan menurut orangtuanya -- mereka seharusnya 12 bersaudara,sayang 2 diantaranya meninggal sebelum sempat mencicipi dunia--)
Dan si perempuan tadi diamanahi menjaga serta mengurus adik-adiknya yang masih kecil. Terlebih setelah ayahnya meninggal, tinggal dia bersama kakak-kakaknya yang lain membantu ibu mereka.
Tentu saja, tahun-tahun tersebut merupakan hal-hal yang sulit.
Untuk menafkahi keluarga, sang Ibu pun berjualan, dan anak-anaknya termasuk perempuan tadi ikut berkeliling menjajakan kue-kue hasil olahan. Ya, berkeliling, masa-masa itu tidak ada tempat baik itu warung apalagi toko untuk menitipkan kue-kue mereka. Walaupun terkadang perempuan ini cukup di rumah saja, membantu ibunya membuat kue.
Selain membantu Sang Ibu membuat kue, hari-harinya memang disibukkan dengan mengurus adik-adiknya yang masih kecil, menemani mereka, menjaga serta mengajarkan membaca Al Quran.
Begitulah rutinitas sehari-hari perempuan ini.
Tak pernah lagi terwujud keinginannya menggapai cita-cita layaknya wanita pada masanya.
Sampai suatu hari, sang Ibu merasa anak perempuannya ini sudah waktunya tuk berkeluarga.
Sang Suami
Kebetulan di saat yang sama ada orangtua yang merasa anak laki-lakinya sudah cukup waktu tuk berumahtangga. Orangtua lelaki ini (yang masih lengkap) mengenal sebuah keluarga dengan anak yang sangat banyak, dimana Ayah mereka sudah lama tiada. Suatu saat diajak anak laki-lakinya berkunjung ke rumah kawannya itu. Disitulah kemudian, si laki-laki melihat seorang gadis yang sedang mengajarkan mengaji ke adik-adiknya.
Itulah awal perjumpaan mereka.
Sampai akhirnya keputusan menikah mereka ambil.
Merekalah sepasang suami istri itu, pada awal kisah ini.
Tahun-tahun berlalu. Banyak hal terlampaui, pahit, manis, sedih, bahagia, susah, senang jadi bagian yang disyukuri.
Kini terlihat jelas diwajah keduanya,gurat-gurat usia menandakan mereka tak muda lagi.
Suatu hari,si istri menyadari dia tak muda lagi, layaknya istri-istri lain yang ingin tampil menarik didepan suaminya, dia pun menginginkan hal serupa. Mulailah dia mencoba mengatasi dengan menggunakan cara alami, serta mencoba produk-produk kecantikan lainnya. Hingga suatu saat, sang suami menyadari keinginan istrinya.
Lalu dia berkata kepada sang istri:”Sudahlah, tak perlu itu... kau sudah cantik bagiku.”
Karena cinta, perempuan itu menjadi cantik di mata suaminya. Karena di mata lelaki itu, perempuan itu memang sudah cantik. Bukan hanya sekali, pujian itu kerap terdengar tuk sang istri, walaupun sungguh sang istrinya tak muda lagi. Kini, uban-uban sudah bermunculan di atas kepala keduanya. Kini, mereka masih saja bisa terlihat pergi bersama, jalan berdua berdampingan yang sesekali membuat iri pasangan lain terutama kawan-kawan mereka.
Begitulah mereka, berusaha untuk saling menerima satu dengan yang lain.
Dan mereka itulah kedua orangtua saya.
Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmatNya kepada keduanya dan mempersatukan mereka dalam jannahNya kelak. Amiin.
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْلِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَاكَمَارَبَّيَانِيْ صَغِيْرَا
"Wahai Tuhanku, ampunilah aku dan kedua orang tuaku (Ibu dan Bapakku), sayangilah mereka seperti mereka menyayangiku diwaktu kecil"
Salam,
Lidha Maul
0 Comments
Hai, bila tidak memiliki link blog, bisa menggunakan link media sosial untuk berkomentar. Terima kasih.